Bahasa Media Masa dan fenomena “MODE GRATIS”


          Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak “media masa” Online sekarang menyelinap ke ranah “media sosial”. Ini bukanlah  suatu hal yang baru. Secara pribadi, saya akui bahwa itu merupakan terobosan yang positif. Dengan menyelinap ke ranah Media Sosial, informasi yang ingin disampaikan oleh media masa akan bisa di sosialisasikan oleh pengguna media sosial. Dalam ulasan singkat ini, saya lebih merujuk pada media sosial yang memiliki user terbanyak yaitu Facebook. Facebook adalah media sosial yang banyak dipakai oleh masyarakat di dunia. Berdasarkan hasil survei oleh Portal diskon tanah air CupoNation Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna Facebook terbanyak. Jumlah pengguna Facebook Indonesia mengalahkan pengguna Facebook di Meksiko, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Saking banyaknya pengguna Facebook, Facebook mengeluarkan fictur baru yaitu mode gratis. Mode gratis memberi ruang bagi user yang tidak memiliki kuota untuk bisa menggunakan Facebook. Akan tetapi, ketika user Facebook menggunakan mode gratis, user atau pengguna Facebook tidak dapat mengakses atau melihat foto, video ataupun pemberitaan yang dibagikan oleh media masa. Itulah kekurangan dari mode gratis. Mode gratis hanya memberi keleluasaan bagi pengguna untuk sekedar chatingan ataupun melihat beranda kabar Berita. Itu saja.         
     Di tengah maraknya pengguna Facebook dengan fictur mode gratis, media masa Online datang menyebur dan membagikan berita dengan judul berita yang sedikit memberi keresahan dan kecemasan  bagi orang yang membacanya. Judul berita memang diakui harus menarik dan membuat orang untuk tertarik agar bisa membacanya. Akan tetapi, ketika judul berita itu dibaca oleh orang  yang notabene memiliki pemahaman yang rendah; apalagi kalau orang itu adalah salah satu dari pengguna fictur mode gratis, maka itu akan memberi kecemasan. Di tengah Pandemi COVID 19 yang semakin mewabah, saya banyak mendengar kecemasan dan keresahan dari masyarakat. Mereka sering mengatakan bahwa, kami mendapat informasi atau berita dari Facebook bahwa wabah COVID 19 begini. Atau wabah COVID 19 begitu. Bahkan, saya sendiri tidak pernah merasa aman karena sering ditelepon oleh masyarakat di kampung bahwa saya harus bersiaga. Hal ini hanya mau mengatakan bahwa bahasa Media membuat banyak masyarakat menjadi over kecemasan. Terutama judul dari berita tersebut.
      Kehadiran media masa dan media sosial(Facebook) memang patut kita acungi jempol. Mereka telah memberi kontribusi yang besar bagi dunia terutama dalam  memberi kemudahan mengakses informasi dan mempermudah proses sosialisasi. Di tengah kemudahan itu, kita patut waspada. Sebagai pengguna dari kedua media tersebut kita harus teliti dan jeli melihat sesuatu yang di informasikan. Apalagi dengan maraknya informasi terkait wabah COVID 19. Kita di tuntut untuk jeli melihat informasi. Dan yang lebih penting adalah, Bagi masyarakat yang notabene kurang paham dengan informasi yang diberitakan, janganlah berani menyebarkan informasi jika engkau hanya membaca judul dari informasi tersebut. Selain itu, bagi pengguna fictur mode gratis, ketika  tidak bisa mengakses informasi yang dibagikan oleh media masa, kita diharapkan untuk tidak  membuat spekulasi sendiri terkait berita. Karena itu akan memberi keresahan bagi masyarakat sekitar*




Nb: 1. Ulasan di atas tidak bermaksud menyalahkan media masa. Justru ingin menyadarkan masyarakat pengguna media sosial dengan fictur mode gratis agar tidak mengambil keputusan dari berita dengan hanya membaca judulnya saja.
      2. Tidak mengucilkan pengguna mode gratis. Karena saya adalah salah seorang yang pernah menggunakan fictur mode gratis.

 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pak, Kami Pada Mu!

Kisah Tentang Mimpi yang Tak Berlanjut

Esensi Pendidikan dan Terobosan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTM) dari KEMDIKBUD