Pak, Kami Pada Mu!

 



      Setelah beberapa bulan tidak membuka pos Paras Negri, saya merasakan penat yang luar biasa. Situasi negeri yang selalu kacau, kisruh, hoaks, korupsi, ditambah pandemi yang belum juga berakhir menjadi alasan saya untuk takut dan was-was masuk pos dan berkumpul lagi dengan pak Hansip. Pernah suatu waktu, ketika saya sedang asyik bercanda bersama kerabat yang lain, saya ditelepon sama pak Hansip. Awalnya  aku ragu untuk menerima telepon tersebut. Karena rasa hormat saya terhadap Pak Hansip dan juga rasa rindu, saya pun memutuskan untuk menjawab telepon tersebut. Singkat kisah, Kami pun bertukar cerita sekitar dua jam lebih. Inti dari pembicaraan saya dan pak Hansip adalah Pak Hansip mengeluh tentang keadaan Pos Paras Negri tempat ia berpijak selama ini. Dia mengisahkan betapa bobroknya keadaan Pos itu selama ini. Korupsi, Hoaks, demonstrasi besar-besaran, pencaplokan, dan juga masalah berkedok agama selalu menghiasi dinamika kehidupan di Negri yang dia pijak. Yang paling mengagetkan saya adalah ketika pak Hansip mengatakan bahwa orang yang dia percayakan untuk membantunya di Pos Paras Negri terjerat kasus Korupsi. Itu kabar yang sangat buruk yang pernah saya dengar. Saya masih ingat ketika Pak Hansip memilih orang-orang untuk membantunya. Hal pertama dan utama yang dia tegaskan adalah pembantunya itu tidak boleh melakukan tindakan yang dapat merugikan orang banyak terutama korupsi. Korupsi bagi pak Hansip adalah tindakan jahat yang jahatnya sangat luar biasa. Pak Hansip mengingatkan para pembantunya bahwa dia tidak akan segan-segan memecat mereka dan harus berurusan dengan hukum ketika pembantunya itu melakukan tindakan korupsi.  

      Selain beberapa hal di atas, pak Hansip juga mempunyai satu permintaan kepada saya. Dia meminta saya untuk kembali ke Pos dan membantunya menjaga pos. Permintaan itu bagi saya adalah sebuah kehormatan. Akan tetapi sebagai seorang yang hanya tahu menyalahkan obor dan memukul gong, saya pun menolak permintaan itu. "Pak Hansip. Saya sangat menghormati bapak dan setiap keputusan bapak. Akan tetapi untuk satu hal ini, saya tidak bisa Pak. Bukan karena saya tidak ingin menemani Bapak di Pos Paras Negri, tetapi lebih dari itu saya tidak memiliki kapasitas lebih selain menyalakan obor dan memukul gong". Itu adalah jawaban saya ketika pak Hansip meminta saya untuk menjadi pembantunya. Pak Hansip yang sangat paham dan mengerti dengan kapasitas saya memaklumi itu.  Sebelum mengakhiri perbincangan, pak Hansip pun meminta saya untuk kembali ke pos untuk menjadi Pemukul gong dan menyalakan obor. Permintaan itu pun saya indahkan. 

     Singkat kisah, saya pun membuka pintu dan masuk ke Pos Paras Negri. Saya disambut dengan ramah oleh pak Hansip. Maklum, selain tegas pak Hansip juga sangat ramah kepada siapa pun. Dia pun mempersilahkan saya untuk mengambil pemukul gong dan Korek penyala obor. Dia menyuruh saya untuk coba menyalakan obor dan memukul gong. Saya tidak tahu apa maksud dari pak Hansip menyuruh sesuatu yang sangat lumrah dan mudah bagi saya untuk melakukannya. Akan tetapi karena yang menyuruh adalah pak Hansip saya pun menyalakan obor dan memukul gong tiga kali seperti biasanya. Setelah gong dan obor saya nyalakan, saya kaget dan terharu karena saya melihat ada enam orang datang dari arah yang berbeda. Mereka datang dengan hati-hati dan penuh wibawa. Satu persatu mereka datang dan memberi penghormatan kepada Pak Hansip. Sempat terlintas dalam benak saya ingin bertanya pada Pak Hansip apakah mereka itu adalah pembantunya? Tetapi karena tidak ingin merusak suasana aku akhirnya memutuskan untuk diam dan mengikuti alur situasi. Stelah semuanya berdiri di samping pak Hansip, pak Hansip secara tegas mengucapkan "Selamat datang di Pos Paras Negri, tempat kita bertukar kisah, bekerja, dan membawa pos ini ke Pos Era Baru dan bukan hanya menjadi Pos tapi pondok dan pada akhirnya menjadi rumah megah tempat warga sekitar hidup dan berbahagia". Riak tepuk tangan pun terdengar dari setiap titik gelap. Karena terbawa emosi, saya pun ikut bertepuk tangan. Ternyata benar dugaan saya, ke enam orang yang datang secara tiba-tiba tadi adalah pembantu baru pak Hansip. Dari enam orang itu tadi saya melihat wajah pelayanan bersinar di  wajah mereka. Di akhir kisah, saya sebagai Pemukul Gong dan penyala obor juga sebagai seorang warga Pos Paras Negri mengucapkan selamat kepada Pak Hansip. Semoga wajah Baru di Pos itu memberi sesuatu hal yang baru agar Pos Kita akan menjadi Rumah yang Megah. Salam hangat padamu pak Hansip.



Cempaka, 27 Desember 2020

M.Na






Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Tentang Mimpi yang Tak Berlanjut

Esensi Pendidikan dan Terobosan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTM) dari KEMDIKBUD