Rata Net (Lelaki Tanpa Kepalsuan)

    Rata Net.  Begitulah julukan bagi seseorang yang bagiku adalah pahlawan dalam segala hal. Kekuatan dan ketajamannya memainkan peranan sebagai Caci Dancer dan Danding Dancer, ketulusan dan kerendahan hatinya menjaga dan mendidik kami buah hatinya adalah esensi bagiku menyebutnya sebagai seorang pahlawan. Tak peduli apa kata orang tentang si Rata Net ini. Bagiku, Beliau adalah sosok yang sangat istimewah. Tak memandang teriknya sinar matahari, ia membanting tulang demi kami buah hatinya. Keluhan tak pernah ia lantunkan. Hanya  Doa dan harapanlah yang selalu di lantunkan di setiap tangan dan kaki tak mampu lagi bergerak ke arah yang dibawa.
     Sedikit saya berkisah tentang perbincangan kami beberapa tahun silam. Di sela-sela kesibukannya membangun pondok tempat beliau dan orang lain nantinya akan berteduh, saya memancingnya untuk bercerita. Sambil menghapus keringat yang bercucuran di wajah keriputnya, ia mulai berkisah. “Nak, Aku dulu pernah menjadi kamu. Aku selalu melihat nenekmu bekerja membanting tulang demi kami anak-anak mereka.  Dari situ aku belajar bahwa segala sesuatu yang hidup tidak bisa hidup tanpa melakukan pekerjaan. Seberat apapun pekerjaan itu, aku akan lakukan demi hidup”.
    Aku yang mendengar kisah si Rata Net ini melongo dan tertegun. Dia melanjutkan kisahnya. “Nak, aku dulu pernah berpikir tentang kehidupan aku di masa ini.  Tetapi semuanya melenceng. Dulu aku pernah berkeinginan untuk menjadi seorang yang lebih dari nenekmu. Tetapi apa hendak dikata, aku hanyalah aku. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Di tengah nenekmu tak bisa berbuat apa-apa untuk aku, aku juga tak bisa berbuat apa-apa untuk Diriku dan mereka. Aku pun akhirnya tetap bersama mereka dan menjalani kehidupan seperti mereka. Membajak sawah dan lain-lain”.
   Tak terasa air mataku keluar. Mungkin ia mau menemani aku untuk mendengar kisah dari si Rata Net ini. Tak hanya berhenti di situ, ia memanggilku untuk duduk dekat dengannya. Setelah aku mendekatinya, ia mulai mendesah ke kupingku, “Martin, Saya rela berbanting Tulang demi kalian. Saya mempunyai sebuah mimpi. Dan mimpi itu sederhana”. “Apa ayah”, kataku. “ Mimpiku adalah agar kamu(Olien, pinik, ain dan kamu) bisa mengangkat kembali tulangku yang sudah kubanting”. Mendengar itu air mata terus berlumuran membasahi seluruh wajahku yang lugu oleh karena kisah dari beliau.
     Akhir kisah, aku akhirnya terus memegang misi beliau. Dan aku pun berharap bisa mencapai misinya di akhir hayat. Untuk menutup kisah, aku akhirnya membuat sebuah puisi , yang kiranya menggambarkan perasaan saya kepada si Rata Net. Puisinya demikian.

Hai seseorang!
Bukankah engkau si Ayah?
Mengapa engkau membanting tulangmu sendiri?
Apakah engkau tak sayang dengan tulangmu?
Tulang yang hampir Rapuh?
“Rata Net'!
Jawabannya singkat.
Tulangku kuratakan,
Serata Net.
Net yang membatasi anakku untuk turun.
Aku berharap,
Kamu Anakku
Berada di atas Net.
Bukan sepertiku,
Se_Rata Net


Komentar

  1. Luar biasa orangnya, aku tau persis, hatinya lembut selembut kapas..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa yang engkau katakan adalah sebuah kebenaran. Terimakasih🤗

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pak, Kami Pada Mu!

Kisah Tentang Mimpi yang Tak Berlanjut

Esensi Pendidikan dan Terobosan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTM) dari KEMDIKBUD