Tugu Perenungan (Kisah kecil yang membuat Aku bangkit menjadi seorang Pancasilais)

      Pernah suatu kali aku duduk dan bersandar di tugu Pantai Melasti. Pantai dengan panorama indah nan menawan. Desiran ombak yang membelah laut menghiasi indahnya paras pantai. Belum lagi disuguhi dengan panorama yang sulit ditemukan di pantai-pantai lain. Anak-anak bermain pasir, ditemani ibunda tercinta menanam bendera Merah Putih di atas pasir putih. Sungguh panorama yang indah.  Dari tugu ini, aku sedikit ingin berkisah tentang Bendera Merah Putih yang ditanam ibunda dan anaknya. Kisahnya singkat. Sesingkat kata I Love You. Singkat dan penuh makna. He..he..he.. ceritanya demikian..
     Dari ketinggian dan kejauhan inilah kumenatap indahnya Indonesia. Indahnya Pancasila. Tak hanya itu, dari sinipun aku bisa melihat orang yang sedang mengais ngais tubuh Pancasilaku. Ingin menghancurkan mungkin. Aku tak tahu.  Orang orang itu tampaknya rapi. Berjas, pantofel, ikat pinggang dan sangat elok parasnya. Itu mungkin orang yang selalu duduk di gedung ber-AC tingkat tinggi.  Di sisi lain, aku juga melihat sekawanan orang bergerombol seperti segerombolan semut sedang arak-arakan mendatangi kumpulan pria berjas tersebut. Mereka sepertinya datang untuk membatalkan ngaisan tersebut. Segerombolan orang itu menyebut dirinya Mahasiswa. Tetapi apalah daya. Ketika Segerombolan orang tersebut ingin membatalkan ngaisan tersebut,  hujan buatan pun datang menyirami mereka. Hujan yang memedihkan mata. Hujan itu tepatnya berasal dari mobil besar yang dari tadi sudah parkir kira kira lima ratus meter dari tempat pria berjas itu berdiri. Sungguh malang nasib segerombolan orang itu.
     Aku terus memandang apa yang akan terjadi selanjutnya. Sedikit demi sedikit, segerombolan orang itu mulai mundur dan menghilang. Akan tetapi, aku puji perjuangan mereka. Setelah beberapa kali aku duduk di tugu yang sama, aku masih melihat segerombolan orang yang berbeda datang lagi. Mereka Takan pernah berhenti untuk membatalkan ngaisan dan melindungi Tubuh Pancasila. Melihat fenomena yang sama, aku dan hatiku ingin sekali berkecimpung dan menjadi salah seorang di gerombolan tersebut. Gerombolan yang menyebut dirinya mahasiswa. Aku ingin sekali berada di sana. Dan sekarang, keinginanku terwujud. Aku sudah berada di tempat yang telah aku inginkan. Saatnya Aku berkecimpung dalam dunia pertempuran. Pertempuran membela Pancasila. Pancasila yang telah ada sebelum aku ada.
   Aku  pernah mendengar kisah dari pandahuluku. Pramodya Anantha Toer namanya. Ia berkisah tentang masa sulit menemukan Pancasila. Mungkin, dalam buku pelajaran kewarganegaraan dari tingkat dasar hingga tingkat atas, hanya mengisahkan bagimana para pejabat negara waktu itu merumuskan dasar negara sampai  pada pembacaan dasar negara itu. Tetapi yang aku dengar dari pendahuluku Om Pram lebih dari itu. Om Pram bahkan menyaksikan sendiri perjuangan luar Ruangan sampai terlahirnya Pancasila.
   Mendengar semua kisah itu, aku menjadi tak ragu untuk terjun ke dunia yang telah kupilih. Aku bahkan berjanji untuk terus membuntut gerombolan para pria berdasi yang tak punya hati ingin menghancurkan Pancasilaku. Aku berjanji untuk melawan bahkan berkorban nyawa demi pancasilaKu yang utuh. Salam NKRI.

#nkrihargamati
#pancsilaindonesiaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pak, Kami Pada Mu!

Kisah Tentang Mimpi yang Tak Berlanjut

Esensi Pendidikan dan Terobosan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTM) dari KEMDIKBUD